1. Adakah Doa Khusus
Menyambut Ramadhan?
Tidak terdapat riwayat adanya doa khusus dari Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam maupun sahabat ketika menyambut bulan Ramadhan. Hanya saja, para
sahabat dan para ulama setelahnya menyambut bulan Ramadhan ini dengan penuh
kegembiraan dan suka cita. Mereka ungkapkan kegembiraan ini dengan
kalimat-kalimat yang mengandung doa kebaikan dan harapan.
Mu'alla bin Fadl mengatakan: "Dulu para sahabat, selama enam bulan
sebelum datang bulan Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka
dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadhan, mereka
berdoa agar Allah menerima amal mereka ketika di bulan Ramadhan."
(Lathaiful Ma'arif, Ibnu Rajab, hal.264).
Yahya bin Abi Katsir mengatakan: Diantara doa sebagian sahabat ketika
datang bulan Ramadhan: Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai kepada Ramadhan
dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.
(Lathaiful Ma'arif, Ibnu Rajab, hal.264).
2. Adakah Doa Di Sela-Sela Tarawih?
Sebagian masjid di lingkungan kita membiasakan membaca doa di sela-sela
tarawih. Doa itu mereka lantunkan secara berjamaah, dipimpin oleh satu orang
yang mereka sebut dengan bilal. Meskipun tidak dijumpai riwayat, Bilal pernah
melakukan semacam ini.
Lafal doa yang sering kita dengar, dibaca setiap dapat 4 rakaat:
Asyhadu an-laa ilaaha illallaah, astagh-firullaah, as-alukal jannah, wa
a'uudzu bika minan naar…
Adakah dalil untuk doa ini?
Disebutkan dalam hadis yang sangat panjang, menceritakan tentang
khutbah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang sangat panjang ketika menyambut
ramadhan. Di penggalan khutbah itu dinyatakan: "Perbanyaklah melakukan 4
hal dalam bulan Ramadhan. Dengan dua hal, kalian akan mendapatkan ridha dari
Rabb kalian, dua hal lainnya sangat kalian butuhkan. Dua hal, yang dengannya
kalian mendapatkan ridha Rabb kalian, adalah Syahadat 'laailaaha illallaah' dan
beristigfar kepada-Nya. Adapun dua hal yang sangat kalian butuhkan adalah
kalian meminta surga dan memohon perlindungan dari neraka."
Dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah dijelaskan, "Hadis ini
diriwayatkan oleh Al-Muhamili dalam Al-Amali (jilid 5, no.50) dan Ibnu
Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 1887). Ibnu Khuzaimah berkomentar, 'Jika ini
shahih, bisa menjadi dalil.' Juga diriwayatkan oleh Al-Wahidi dalam Al-Wasith,
1/640. Sanad hadis ini dhaif karena adanya perawi Ali bin Zaid bin Jada'an.
Orang ini dhaif, sebagaimana keterangan Imam Ahmad dan yang lainnya. Imam Ibnu
Khuzaimah telah menjelaskan, 'Saya tidak menjadikan perawi ini sebagai dalil,
karena hafalannya jelek.' Karena itu, beliau sebutkan hadis ini dengan
keterangan menggantung: 'Jika ini hadis shahih'". (Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dhaifah, 2/263).
Kerena hadisnya lemah, maka tidak selayaknya dijadikan amalan rutin.
3. Doa Qunut Witir Ramadhan
Diantara praktek yang dilakukan di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu
'anhu, ketika kaum muslimin disatukan dengan satu imam pada saat shalat malam
di bulan ramadhan, mereka melakukan qunut yang isinya melaknat orang kafir
setelah memasuki pertengahan ramadhan.
Disebutkan dalam shahih Ibnu Khuzaimah, dari Abdurrahman bin Abdul
Qori, beliau menceritakan jamaah tarawih di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu
'anhu. Di penggalan cerita, beliau mengatakan: "Masyarakat melaksanakan
tarawih dari awal ramadhan, dan mereka (membaca qunut, pen) dengan melaknat
orang kafir ketika masuk pertengahan ramadhan: Allaahumma qaatilil kafarata…
dst. (Shahih Ibnu Khuzaimah 1100, Al-Albani menilai hadis ini: sanadnya
shahih).
Doa qunut yang dibaca sahabat ketika ramadhan:
Dalam hadis riwayat Ibnu Khuzaimah di atas, Abdurrahman bin Abdul Qori
menyebutkan bacaan qunut yang dilakukan imam, sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ قَاتِلِ الْكَفَرَةَ
الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ وَيُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ، وَلَا يُؤْمِنُونَ
بِوَعْدِكَ، وَخَالِفْ بَيْنَ كَلِمَتِهِمْ، وَأَلْقِ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ،
وَأَلْقِ عَلَيْهِمْ رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ، إِلَـٰهَ الْحَقِّ
Allaahumma qootilil kafarotal-ladziina yashudduuna 'an sabiilika wa
yukadz-dzibuuna rusulaka, wa laa yu'minuuna biwa'dika, wa khoolif baina
kalimatihim, wa alqi fii quluubihimur-ru'ba, wa alqi 'alaihim rijzaka wa
'adzaabaka, ilaahal haqq.
Ya Allah, binasakanlah orang-orang kafir yang menghalangi jalan-Mu,
mendustakan rasul-Mu, tidak beriman dengan janji-Mu. Cerai-beraikan mereka,
sematkan ketakutan dalam diri mereka, timpakan hukuman dan siksa-Mu kepada
mereka, wahai Tuhan kebenaran.
(kemudian bershalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
mendoakan kebaikan untuk kaum muslimin, kemudian memintakan ampunan untuk kaum
muslimin), selanjutnya disambung dengan membaca doa berikut:
اَللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ
نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ
رَبَّنَا، وَنَخَافُ عَذَابَكَ الْجِدَّ، إِنَّ عَذَابَكَ لِمَنْ عَادَيْتَ
مُلْحِقٌ
Allaahumma iyyaaka na'budu, wa laka nushollii wa nasjudu, wa ilaika
nas'aa wa nahfidu, wa narjuu rohmataka robbanaa, wa nakhoofu 'adzaabakal jidda,
inna 'adzaabaka liman 'aadaita mulhiq.
Ya Allah, hanya kepada-Mu kami beribadah, hanya kepada-Mu kami shalat
dan kami sujud, dan hanya kepada-Mu kami berusaha dan bersegera. Kami
mengharapkan rahmat-Mu wahai Tuhan kami, kami takut terhadap siksa-Mu yang
keras. Sesungguhnya adzab-Mu akan mengenai orang yang Engkau musuhi.
Kemudian bertakbir dan turun sujud.
Lalu dimanakah doa qunut witir dalam hadis dari Hasan bin Ali
radhiyallahu 'anhuma (lihat "Doa Qunut Witir 1")?
Doa dari Hasan bin Ali, bisa dibaca di sela-sela bacaan qunut witir di
zaman Umar, bersama dengan doa untuk kebaikan kaum muslimin dan permohonan
ampun untuk kaum muslimin.
4. Doa Malam Lailatul
Qadar 1
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ، تُحِبُّ
العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Allaahumma innaka 'afuwwun, tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii.
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai permintaan maaf,
maka maafkanlah aku.
HR. Ahmad 25384, At-Turmudzi 3513, Ibn Majah 3850, An-Nasai dalam Amal
Al-yaum wa lailah, dan Al-Baihaqi dalam Syua'bul Iman 3426. Hadis ini dinilai
shahih oleh Al-Albani.
Hadits selengkapnya:
Dari A'isyah radhiyallahu 'anha, beliau bertanya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam: Wahai Rasulullah, jika aku menjumpai satu malam
merupakan lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan di malam itu? Beliau
menjawab: Ucapkanlah: (doa di atas).
Adakah tambahan "kariim"?
Kita sering mendengar orang membaca doa yang mirip dengan ini, namun
dengan tambahan:
allaahumma innaka 'afuwwun kariim, tuhibbu…
Benarkah tambahan ini?
Disebutkan dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah: Dalam sunan Turmudzi,
setelah 'afuwun, terdapat tambahan "kariimun"! Tambahan ini sama
sekali tidak terdapat dalam referensi cetakan lama, tidak juga dalam cetakan
lain yang menukil darinya. Kelihatannya, ini adalah tambahan dari sebagian
pentranskrip atau penerbit. Tambahan ini tidak ada dalam cetakan Al-Hindiyah
untuk Sunan Turmudzi yang ada syarahnya (Tuhfatul Ahwadzi) karya Mubarokfuri
dan tidak pula dalam cetakan lainnya. Diantara yang menguatkan hal itu, bahwa
Imam An-Nasai meriwayatkan doa ini dengan jalur sanad sebagaimana yang ada
dalam sunan Turmudzi, keduanya berasal dari gurunya: Quthaibah bin Said dengan
sanadnya dan tidak ada tambahan tersebut. (Silsilah Ahadits As-Shahihah,
catatan untuk hadis no. 3337).
Kesimpulannya bahwa tambahan "kariim" tidak ada dalam hadis.
Kemungkinan, itu adalah tambahan proses transkrip atau dari penerbit.
Allahu a'lam.
5. Doa Malam Lailatul Qadar 2
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ
وَالْعَافِيَةَ
Allaahumma innii as-alukal 'afwa wal 'aafiyah.
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ampunan dan terbebas dari masalah.
HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 29189. Al-Albani menilai
riwayat ini shahih, dan beliau berkomentar, "Nampaknya, A'isyah mengatakan
demikian karena pendapat pribadinya." Simak Silsilah As-Shahihah (7/1011).
Hadits:
Dari Abdullah bin Buraidah, bahwa A'isyah radhiyallahu 'anha, pernah
mengatakan: "Jika saya tahu bahwa suatu malam itu adalah lailatul qadar,
tentu doa yang paling banyak kuucapkan di malam itu, aku meminta kepada Allah
ampunan dan terbebas dari masalah."
Catatan:
Pada dasarnya, lailatul qadar termasuk waktu yang mustajab untuk
berdoa. Karena setiap muslim bisa membaca doa apapun untuk kebaikan dunia dan
akhiratnya. Dan doa A'isyah di atas adalah doa yang terbaik, karena doa ini
diajarkan langsung oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada istri
tercintanya. Karena itu, doa ini dianjurkan untuk dibaca berulang-ulang.
Cara membacanya:
• Doa lailatul qadar hanya dibaca di malam hari, ketika seorang muslim
memiliki dugaan kuat bahwa malam itu adalah lailatul qadar. Seseorang bisa
memperkirakan apakah malam itu lailatul qadar ataukah bukan melalui ciri malam
tersebut.
• Tidak ada bilangan tertentu untuk doa ini, karena itu bisa dibaca
berapapun jumlahnya. Semakin banyak, semakin bagus.
• Bisa juga diselingi dengan kegiatan yang lain. Misalnya: membaca doa
ini 3x, kemudian shalat, setelah itu membaca lagi dan membaca doa yang lain.
6. Tiga Waktu Utama
Terkabulnya Doa Di Bulan Ramadhan
Tiga waktu utama terkabulnya doa di bulan Ramadhan:
• Waktu sahur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika
tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman, “Siapa saja yang
berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka
Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR.
Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758). Ibnu Hajar juga menjelaskan hadits di
atas dengan berkata, “Do’a dan istighfar di waktu sahur mudah dikabulkan.”
(Fath Al-Bari 3:32).
• Saat berpuasa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa
sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizalimi.” (HR.
Ahmad 2:305. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih
dengan berbagai jalan dan penguatnya).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan orang yang berpuasa
untuk memperbanyak do’a demi urusan akhirat dan dunianya, juga ia boleh berdo’a
untuk hajat yang ia inginkan, begitu pula jangan lupakan do’a kebaikan untuk
kaum muslimin secara umum.” (Al-Majmu’ 6:273).
• Ketika berbuka puasa.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga orang yang
do’anya tidak ditolak: (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika
dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzalimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526, 3598 dan
Ibnu Majah no. 1752. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7:278) disebutkan bahwa kenapa do’a mudah dikabulkan
ketika berbuka puasa yaitu karena saat itu, orang yang berpuasa telah
menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.
Penjelasan tambahan:
Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186).
Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa masalah ini disebutkan di
sela-sela penyebutan hukum puasa. Ini menunjukkan mengenai anjuran memperbanyak
do’a ketika bulan itu sempurna, bahkan diperintahkan memperbanyak do’a tersebut
di setiap kali berbuka puasa. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 2:66).
Pernyataan yang dikatakan oleh Ibnu Katsir menunjukkan bahwa bulan
Ramadhan adalah salah waktu terkabulnya do’a. Namun do’a itu mudah dikabulkan
jika seseorang punya keimanan yang benar.
Ibnu Taimiyah berkata, “Terkabulnya do’a itu dikarenakan benarnya
i’tiqod, kesempurnaan ketaatan karena di akhir ayat disebutkan, ‘dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran’.”
(Majmu’ah Al Fatawa 14:33-34).
Perihal Ramadhan adalah bulan do’a dikuatkan lagi dengan hadits dari
Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka
pada setiap hari di bulan Ramadhan, dan setiap muslim apabila dia memanjatkan
do’a, akan dikabulkan.” (HR. Al Bazaar. Al Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid
10:14 mengatakan bahwa perowinya tsiqoh -terpercaya-. Lihat Jami’ul Ahadits
9:224).
7. Shahihkah Doa “Allahumma Baarik Lanaa Fii
Rojab…”?
Telah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah do’a “Allahumma
baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballighnaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah
kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan
Ramadhan]”. Do’a ini biasa diucapkan ketika memasuki bulan Rajab. Sekarang
permasalahannya, apakah benar do’a ini disandarkan pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, yaitu termasuk do’a yang diajarkan? Inilah yang akan penulis
tinjau pada tulisan kali ini.
Riwayat selengkapnya mengenai do’a tersebut adalah sebagai berikut:
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah, telah menceritakan kepada
kami ‘Ubaidullah bin Umar dari Zaidah bin Abu Ar Ruqad dari Ziyad An Numairi
dari Anas bin Malik, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila
memasuki bulan Rajab, maka beliau mengatakan, “Allahumma baarik lanaa fii rojab
wa sya’ban wa ballighnaa romadhan (Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan
Sya’ban, serta perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan)”. Beliau bersabda,
“Malam jum’at adalah mulia dan harinya terang benderang.”
Riwayat di atas dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya (1/259),
Ibnu Suniy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman
(3/1399), An Nawawi dalam Al Adzkar (245).
Dalam hadits ini terdapat Zaidah bin Abi Ar Ruqod dan Ziyad An Numairi.
Imam Al Bukhari dan Ibnu Hajar Al Asqolani menilai Zaidah bin Abi Ar Ruqod
sebagai munkarul hadits. Sedangkan Ziyad bin ‘Abdillah An Numairi dikatakan
oleh Yahya bin Ma’in dan Ibnu Hajar sebagai perowi yang dho’if.
Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif
Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan
Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam takhrij Musnad Imam Ahmad.
Hadits ini dinilai dho’if oleh:
• Adz Dzahabi dalam Mizanul I’tidal (2/65).
• Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218).
• Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Tabyinul ‘Ajb (19).
• Syu’aib Al Arnauth menilai sanadnya dho’if dalam tahqiq musnad Imam
Ahmad (1/259).
Kesimpulan:
Riwayat yang menyebutkan do’a bulan Rajab tersebut adalah riwayat yang
dho’if. Sehingga sikap kita ketika mengucapkan do’a tersebut adalah tidak
menganggapnya sebagai ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dibagikan melalui aplikasi "Apa Doanya". Tersedia untuk
Android, BlackBerry 10, Windows Phone/Desktop, Windows 10, Nokia X, Firefox OS
dan BlackBerry OS 6-7. Unduh di http://wp.me/p3ieiY-b