dakwahsunnah.com

radiorodja.com

1. Adakah Doa Khusus Menyambut Ramadhan?


Tidak terdapat riwayat adanya doa khusus dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maupun sahabat ketika menyambut bulan Ramadhan. Hanya saja, para sahabat dan para ulama setelahnya menyambut bulan Ramadhan ini dengan penuh kegembiraan dan suka cita. Mereka ungkapkan kegembiraan ini dengan kalimat-kalimat yang mengandung doa kebaikan dan harapan.

Mu'alla bin Fadl mengatakan: "Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang bulan Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka ketika di bulan Ramadhan." (Lathaiful Ma'arif, Ibnu Rajab, hal.264).

Yahya bin Abi Katsir mengatakan: Diantara doa sebagian sahabat ketika datang bulan Ramadhan: Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai kepada Ramadhan dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan. (Lathaiful Ma'arif, Ibnu Rajab, hal.264).


2.  Adakah Doa Di Sela-Sela Tarawih?

Sebagian masjid di lingkungan kita membiasakan membaca doa di sela-sela tarawih. Doa itu mereka lantunkan secara berjamaah, dipimpin oleh satu orang yang mereka sebut dengan bilal. Meskipun tidak dijumpai riwayat, Bilal pernah melakukan semacam ini.

Lafal doa yang sering kita dengar, dibaca setiap dapat 4 rakaat:

Asyhadu an-laa ilaaha illallaah, astagh-firullaah, as-alukal jannah, wa a'uudzu bika minan naar…

Adakah dalil untuk doa ini?
Disebutkan dalam hadis yang sangat panjang, menceritakan tentang khutbah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang sangat panjang ketika menyambut ramadhan. Di penggalan khutbah itu dinyatakan: "Perbanyaklah melakukan 4 hal dalam bulan Ramadhan. Dengan dua hal, kalian akan mendapatkan ridha dari Rabb kalian, dua hal lainnya sangat kalian butuhkan. Dua hal, yang dengannya kalian mendapatkan ridha Rabb kalian, adalah Syahadat 'laailaaha illallaah' dan beristigfar kepada-Nya. Adapun dua hal yang sangat kalian butuhkan adalah kalian meminta surga dan memohon perlindungan dari neraka."

Dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah dijelaskan, "Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Muhamili dalam Al-Amali (jilid 5, no.50) dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 1887). Ibnu Khuzaimah berkomentar, 'Jika ini shahih, bisa menjadi dalil.' Juga diriwayatkan oleh Al-Wahidi dalam Al-Wasith, 1/640. Sanad hadis ini dhaif karena adanya perawi Ali bin Zaid bin Jada'an. Orang ini dhaif, sebagaimana keterangan Imam Ahmad dan yang lainnya. Imam Ibnu Khuzaimah telah menjelaskan, 'Saya tidak menjadikan perawi ini sebagai dalil, karena hafalannya jelek.' Karena itu, beliau sebutkan hadis ini dengan keterangan menggantung: 'Jika ini hadis shahih'". (Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah, 2/263).

Kerena hadisnya lemah, maka tidak selayaknya dijadikan amalan rutin.


3.  Doa Qunut Witir Ramadhan

Diantara praktek yang dilakukan di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu, ketika kaum muslimin disatukan dengan satu imam pada saat shalat malam di bulan ramadhan, mereka melakukan qunut yang isinya melaknat orang kafir setelah memasuki pertengahan ramadhan.

Disebutkan dalam shahih Ibnu Khuzaimah, dari Abdurrahman bin Abdul Qori, beliau menceritakan jamaah tarawih di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu. Di penggalan cerita, beliau mengatakan: "Masyarakat melaksanakan tarawih dari awal ramadhan, dan mereka (membaca qunut, pen) dengan melaknat orang kafir ketika masuk pertengahan ramadhan: Allaahumma qaatilil kafarata… dst. (Shahih Ibnu Khuzaimah 1100, Al-Albani menilai hadis ini: sanadnya shahih).

Doa qunut yang dibaca sahabat ketika ramadhan:
Dalam hadis riwayat Ibnu Khuzaimah di atas, Abdurrahman bin Abdul Qori menyebutkan bacaan qunut yang dilakukan imam, sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ قَاتِلِ الْكَفَرَةَ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ وَيُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ، وَلَا يُؤْمِنُونَ بِوَعْدِكَ، وَخَالِفْ بَيْنَ كَلِمَتِهِمْ، وَأَلْقِ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ، وَأَلْقِ عَلَيْهِمْ رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ، إِلَـٰهَ الْحَقِّ

Allaahumma qootilil kafarotal-ladziina yashudduuna 'an sabiilika wa yukadz-dzibuuna rusulaka, wa laa yu'minuuna biwa'dika, wa khoolif baina kalimatihim, wa alqi fii quluubihimur-ru'ba, wa alqi 'alaihim rijzaka wa 'adzaabaka, ilaahal haqq.

Ya Allah, binasakanlah orang-orang kafir yang menghalangi jalan-Mu, mendustakan rasul-Mu, tidak beriman dengan janji-Mu. Cerai-beraikan mereka, sematkan ketakutan dalam diri mereka, timpakan hukuman dan siksa-Mu kepada mereka, wahai Tuhan kebenaran.

(kemudian bershalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mendoakan kebaikan untuk kaum muslimin, kemudian memintakan ampunan untuk kaum muslimin), selanjutnya disambung dengan membaca doa berikut:

اَللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ رَبَّنَا، وَنَخَافُ عَذَابَكَ الْجِدَّ، إِنَّ عَذَابَكَ لِمَنْ عَادَيْتَ مُلْحِقٌ

Allaahumma iyyaaka na'budu, wa laka nushollii wa nasjudu, wa ilaika nas'aa wa nahfidu, wa narjuu rohmataka robbanaa, wa nakhoofu 'adzaabakal jidda, inna 'adzaabaka liman 'aadaita mulhiq.

Ya Allah, hanya kepada-Mu kami beribadah, hanya kepada-Mu kami shalat dan kami sujud, dan hanya kepada-Mu kami berusaha dan bersegera. Kami mengharapkan rahmat-Mu wahai Tuhan kami, kami takut terhadap siksa-Mu yang keras. Sesungguhnya adzab-Mu akan mengenai orang yang Engkau musuhi.

Kemudian bertakbir dan turun sujud.

Lalu dimanakah doa qunut witir dalam hadis dari Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhuma (lihat "Doa Qunut Witir 1")?
Doa dari Hasan bin Ali, bisa dibaca di sela-sela bacaan qunut witir di zaman Umar, bersama dengan doa untuk kebaikan kaum muslimin dan permohonan ampun untuk kaum muslimin.


4. Doa Malam Lailatul Qadar 1

اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ، تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Allaahumma innaka 'afuwwun, tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii.

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai permintaan maaf, maka maafkanlah aku.

HR. Ahmad 25384, At-Turmudzi 3513, Ibn Majah 3850, An-Nasai dalam Amal Al-yaum wa lailah, dan Al-Baihaqi dalam Syua'bul Iman 3426. Hadis ini dinilai shahih oleh Al-Albani.

Hadits selengkapnya:
Dari A'isyah radhiyallahu 'anha, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: Wahai Rasulullah, jika aku menjumpai satu malam merupakan lailatul qadar, apa yang harus aku ucapkan di malam itu? Beliau menjawab: Ucapkanlah: (doa di atas).

Adakah tambahan "kariim"?
Kita sering mendengar orang membaca doa yang mirip dengan ini, namun dengan tambahan:

allaahumma innaka 'afuwwun kariim, tuhibbu…

Benarkah tambahan ini?
Disebutkan dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah: Dalam sunan Turmudzi, setelah 'afuwun, terdapat tambahan "kariimun"! Tambahan ini sama sekali tidak terdapat dalam referensi cetakan lama, tidak juga dalam cetakan lain yang menukil darinya. Kelihatannya, ini adalah tambahan dari sebagian pentranskrip atau penerbit. Tambahan ini tidak ada dalam cetakan Al-Hindiyah untuk Sunan Turmudzi yang ada syarahnya (Tuhfatul Ahwadzi) karya Mubarokfuri dan tidak pula dalam cetakan lainnya. Diantara yang menguatkan hal itu, bahwa Imam An-Nasai meriwayatkan doa ini dengan jalur sanad sebagaimana yang ada dalam sunan Turmudzi, keduanya berasal dari gurunya: Quthaibah bin Said dengan sanadnya dan tidak ada tambahan tersebut. (Silsilah Ahadits As-Shahihah, catatan untuk hadis no. 3337).

Kesimpulannya bahwa tambahan "kariim" tidak ada dalam hadis. Kemungkinan, itu adalah tambahan proses transkrip atau dari penerbit.

Allahu a'lam.


5.  Doa Malam Lailatul Qadar 2

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ

Allaahumma innii as-alukal 'afwa wal 'aafiyah.

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ampunan dan terbebas dari masalah.

HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 29189. Al-Albani menilai riwayat ini shahih, dan beliau berkomentar, "Nampaknya, A'isyah mengatakan demikian karena pendapat pribadinya." Simak Silsilah As-Shahihah (7/1011).

Hadits:
Dari Abdullah bin Buraidah, bahwa A'isyah radhiyallahu 'anha, pernah mengatakan: "Jika saya tahu bahwa suatu malam itu adalah lailatul qadar, tentu doa yang paling banyak kuucapkan di malam itu, aku meminta kepada Allah ampunan dan terbebas dari masalah."

Catatan:
Pada dasarnya, lailatul qadar termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa. Karena setiap muslim bisa membaca doa apapun untuk kebaikan dunia dan akhiratnya. Dan doa A'isyah di atas adalah doa yang terbaik, karena doa ini diajarkan langsung oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada istri tercintanya. Karena itu, doa ini dianjurkan untuk dibaca berulang-ulang.

Cara membacanya:

• Doa lailatul qadar hanya dibaca di malam hari, ketika seorang muslim memiliki dugaan kuat bahwa malam itu adalah lailatul qadar. Seseorang bisa memperkirakan apakah malam itu lailatul qadar ataukah bukan melalui ciri malam tersebut.
• Tidak ada bilangan tertentu untuk doa ini, karena itu bisa dibaca berapapun jumlahnya. Semakin banyak, semakin bagus.
• Bisa juga diselingi dengan kegiatan yang lain. Misalnya: membaca doa ini 3x, kemudian shalat, setelah itu membaca lagi dan membaca doa yang lain.


6. Tiga Waktu Utama Terkabulnya Doa Di Bulan Ramadhan

Tiga waktu utama terkabulnya doa di bulan Ramadhan:

• Waktu sahur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758). Ibnu Hajar juga menjelaskan hadits di atas dengan berkata, “Do’a dan istighfar di waktu sahur mudah dikabulkan.” (Fath Al-Bari 3:32).

• Saat berpuasa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizalimi.” (HR. Ahmad 2:305. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan berbagai jalan dan penguatnya).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan orang yang berpuasa untuk memperbanyak do’a demi urusan akhirat dan dunianya, juga ia boleh berdo’a untuk hajat yang ia inginkan, begitu pula jangan lupakan do’a kebaikan untuk kaum muslimin secara umum.” (Al-Majmu’ 6:273).

• Ketika berbuka puasa.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak: (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzalimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526, 3598 dan Ibnu Majah no. 1752. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7:278) disebutkan bahwa kenapa do’a mudah dikabulkan ketika berbuka puasa yaitu karena saat itu, orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.

Penjelasan tambahan:
Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186).

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa masalah ini disebutkan di sela-sela penyebutan hukum puasa. Ini menunjukkan mengenai anjuran memperbanyak do’a ketika bulan itu sempurna, bahkan diperintahkan memperbanyak do’a tersebut di setiap kali berbuka puasa. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 2:66).

Pernyataan yang dikatakan oleh Ibnu Katsir menunjukkan bahwa bulan Ramadhan adalah salah waktu terkabulnya do’a. Namun do’a itu mudah dikabulkan jika seseorang punya keimanan yang benar.

Ibnu Taimiyah berkata, “Terkabulnya do’a itu dikarenakan benarnya i’tiqod, kesempurnaan ketaatan karena di akhir ayat disebutkan, ‘dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran’.” (Majmu’ah Al Fatawa 14:33-34).

Perihal Ramadhan adalah bulan do’a dikuatkan lagi dengan hadits dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan, dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a, akan dikabulkan.” (HR. Al Bazaar. Al Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid 10:14 mengatakan bahwa perowinya tsiqoh -terpercaya-. Lihat Jami’ul Ahadits 9:224).


7.  Shahihkah Doa “Allahumma Baarik Lanaa Fii Rojab…”?

Telah tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah do’a “Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballighnaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan]”. Do’a ini biasa diucapkan ketika memasuki bulan Rajab. Sekarang permasalahannya, apakah benar do’a ini disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu termasuk do’a yang diajarkan? Inilah yang akan penulis tinjau pada tulisan kali ini.

Riwayat selengkapnya mengenai do’a tersebut adalah sebagai berikut:

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Umar dari Zaidah bin Abu Ar Ruqad dari Ziyad An Numairi dari Anas bin Malik, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, maka beliau mengatakan, “Allahumma baarik lanaa fii rojab wa sya’ban wa ballighnaa romadhan (Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan)”. Beliau bersabda, “Malam jum’at adalah mulia dan harinya terang benderang.”

Riwayat di atas dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya (1/259), Ibnu Suniy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/1399), An Nawawi dalam Al Adzkar (245).

Dalam hadits ini terdapat Zaidah bin Abi Ar Ruqod dan Ziyad An Numairi. Imam Al Bukhari dan Ibnu Hajar Al Asqolani menilai Zaidah bin Abi Ar Ruqod sebagai munkarul hadits. Sedangkan Ziyad bin ‘Abdillah An Numairi dikatakan oleh Yahya bin Ma’in dan Ibnu Hajar sebagai perowi yang dho’if.

Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam takhrij Musnad Imam Ahmad.

Hadits ini dinilai dho’if oleh:

• Adz Dzahabi dalam Mizanul I’tidal (2/65).
• Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218).
• Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Tabyinul ‘Ajb (19).
• Syu’aib Al Arnauth menilai sanadnya dho’if dalam tahqiq musnad Imam Ahmad (1/259).

Kesimpulan:
Riwayat yang menyebutkan do’a bulan Rajab tersebut adalah riwayat yang dho’if. Sehingga sikap kita ketika mengucapkan do’a tersebut adalah tidak menganggapnya sebagai ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.



Dibagikan melalui aplikasi "Apa Doanya". Tersedia untuk Android, BlackBerry 10, Windows Phone/Desktop, Windows 10, Nokia X, Firefox OS dan BlackBerry OS 6-7. Unduh di http://wp.me/p3ieiY-b

0 komentar:

 
Top