Tidak terdapat riwayat lafal takbir tertentu dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Hanya saja ada beberapa riwayat dari beberapa sahabat yang
mencontohkan lafal takbir. Diantara riwayat tersebut adalah:
اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ،
(اَللَّهُ أَكْبَرُ،) لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ
أَكْبَرُ ولِلَّهِ الْحَمْدُ
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, (Allaahu Akbar,) Laa ilaaha illallaahu,
wallaahu Akbar, Allaahu Akbar wa lillaahil hamd.
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, (Allah Maha Besar,) tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha
Besar dan untuk Allah segala pujian.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih.
Keterangan: Lafal "Allaahu Akbar" pada takbir Ibnu Mas'ud
boleh dibaca 2x atau 3x. Semuanya diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al
Mushannaf.
2. Lafal Takbir Hari Raya
2 (Takbir Ibnu Mas'ud)
Lafal takbir kedua dari Ibnu Mas'ud:
اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ،
اَللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّهُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ ولِلَّهِ
الْحَمْدُ
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa ilaaha illallaah,
Allaahu Akbar wa lillaahil hamd.
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar dan untuk Allah
segala pujian.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf.
3. Lafal Takbir Hari Raya
3 (Takbir Ibnu Abbas)
اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ
أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اَللَّهُ أَكْبَرُ
عَلَى مَا هَدَانَا
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, wa lillaahil hamd, Allaahu
Akbar wa Ajallu, Allaahu Akbar 'alaa maa hadaanaa.
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi Allah-lah segala pujian,
Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang
diberikanNya pada kita.
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi 3/315 dan sanadnya shahih.
4. Lafal Takbir Hari Raya
4 (Takbir Salman Al Farisi)
اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَكْبَرُ،
اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar kabiira.
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.
Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq -dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam As
Sunanul Kubra (3/316)- dengan sanad yang shahih dari Salman Al-Khair
Radhiallahu anhu.
5. Ucapan Selamat Hari
Raya
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
Taqabbalallaahu minnaa wa minkum.
Semoga Allah menerima amal kami dan amal kalian.
Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan, "Dari Jubair bin Nufair, beliau
mengatakan, Dahulu, apabila para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
saling bertemu pada hari raya, mereka saling mengucapkan: (ucapan di
atas)." (Sanadnya hasan. Fathul Bari, 2:446).
Ibnu Aqil menyebutkan beberapa riwayat. Di antaranya dari Muhammad bin
Ziyad, beliau mengatakan, "Saya pernah bersama Abu Umamah Al-Bahili
radhiallahu 'anhu dan beberapa sahabat lainnya. Setelah pulang dari shalat id,
mereka saling memberikan ucapan: (ucapan di atas)." (Al-Mughni, 2:250.
As-Suyuthi mengatakan, "Sanadnya hasan.").
Imam Malik ditanya tentang ucapan seseorang kepada temannya di hari
raya: (ucapan di atas), atau "Ghafarallaahu lana wa laka." Beliau
menjawab, "Saya tidak mengenalnya dan tidak mengingkarinya." (At-Taj
wal Iklil, 2:301).
Ibnu Habib menjelaskan maksud ucapan Imam Malik, "Maksud beliau,
saya tidak menganggapnya sebagai sunnah dan saya tidak mengingkari orang yang
mengucapkannya, karena ucapan itu isinya baik, mengandung doa…"
(Al-Fawakih Ad-Dawani, 3:244).
Syekh Asy-Syabibi mengatakan, "Bahkan, wajib mengucapkan ucapan
selamat ketika hari raya, jika tidak mengucapkan kalimat ini menyebabkan
permusuhan dan terputusnya hubungan sesama…" (Al-Fawakih Ad-Dawani,
3:244).
Ibnu Habib mengatakan, "Yang semisal dengan ini adalah ucapan
sebagian orang ketika id, 'Iid Mubaarak' (Id yang diberkahi), 'Ahyaakum'
(Semoga Allah memberi keselamatan bagimu), dan semisalnya. Tidak diragukan,
bahwa ini semua diperbolehkan." (Al-Fawakih Ad-Dawani, 3:244).
Syaikhul Islam mengatakan, sebagai jawaban atas pertanyaan yang
ditujukan kepada beliau, "Ucapan selamat di hari raya antara satu sama
lain setelah shalat id (seperti: (ucapan di atas) atau 'ahalallaahu 'alaika'
dan semacamnya) maka ucapan ini diriwayatkan dari beberapa sahabat bahwa mereka
melakukannya. Sebagian ulama, seperti Imam Ahmad dan yang lainnya, juga memberi
keringanan…" (Majmu' Fatawa, 5:430).
Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Tidak mengapa hukumnya bila
seseorang mengucapkan kepada saudaranya saat Idul Fitri: (ucapan di
atas)." Demikian yang dinukil Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya, "Apa
hukum mengucapkan selamat di hari raya sebagaimana banyak diucapkan oleh
orang-orang? Seperti 'Indaka Mubarak (semoga engkau memperoleh barakah di hari
Idul Fitri) dan ucapan yang senada. Apakah hal ini memiliki dasar hukum syariat
ataukah tidak? Jika memiliki dasar hukum syariat bagaimana seharusnya ucapan
yang benar?"
Beliau rahimahullah menjawab, "Adapun hukum tahniah (ucapan
selamat) di hari raya yang diucapkan satu dengan yang lainnya ketika selesai
shalat ied seperti 'Taqabbalallaahu minnaa wa minkum, wa ahalahullaahu 'alaik'
(Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya
atasmu), dan yang semisalnya, telah diriwayatkan dari sebagian sahabat
bahwasanya mereka melakukannya dan para imam memberi keringanan perbuatan ini
seperti Imam Ahmad dan yang lainnya. Akan tetapi Imam Ahmad berkata, "Aku
tidak akan memulai mengucapkan selamat kepada siapa pun. Namun jika ada orang
yang memberi selamat kepadaku akan kujawab. Karena menjawab tahiyyah
(penghormatan) adalah wajib. Adapun memulai mengucapkan selamat kepada orang
lain maka bukanlah bagian dari sunnah yang dianjurkan dan bukan pula sesuatu
yang dilarang dalam syariat. Barangsiapa yang melakukannya maka ia memiliki
qudwah (teladan) dan orang yang meninggalkan pun juga memiliki qudwah
(teladan). Wallahu a'lam. (Al-Fatawa Al-Kubra, 2/228).
Syaikh Ibnu Ustaimin ditanya, "Apa hukum tahniah (ucapan selamat)
di hari raya? Apakah ada bentuk ucapan tertentu?" Beliau rahimahullah
menjawab, "Hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya adalah boleh dan
tidak ada bentuk ucapan tertentu yang dikhususkan. Karena (hukum asal-pen)
setiap adat kebiasaan yang dilakukan orang itu boleh selama bukan perbuatan
dosa."
Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah juga ditanya, "Apa hukum
berjabat tangan, berpelukan dan saling mengucapkan selamat hari raya ketika
selesai shalat ied?" Beliau rahimahullah menjawab, "Hukum semua
perbuatan ini tidaklah mengapa. Karena orang yang melakukanya tidak bermaksud
untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla. Melainkan
hanya sekedar melakukan adat dan tradisi, saling memuliakan dan menghormati.
Karena selama adat tersebut tidak bertentangan dengan syariat maka hukumnya
boleh." (Majmu'Fatawa Ibni Utsaimin, 16/ 208-210).
6. Cara Menjawab Ucapan
Selamat Hari Raya
Allah berfirman, "Jika kalian diberi salam dalam bentuk apa pun
maka balaslah dengan salam yang lebih baik atau jawablah dengan yang
semisal…" (An-Nisa' [4]: 86).
Syekh As-Sa'di mengatakan, "Termasuk (kewajiban) menjawab salam
adalah (memberikan jawaban) untuk semua salam yang menjadi kebiasaan di
masyarakat, dan itu adalah salam yang tidak terlarang. Semuanya wajib dijawab
dengan yang semisal atau yang lebih baik." (Taisir Karimir Rahman, tafsir
untuk surat An-Nisa' [4]: 86).
Berikut ini beberapa keterangan dari para ulama menjawab ucapan selamat
idul fitri:
• Dari Habib bin Umar Al-Anshari, bapaknya bercerita kepadanya bahwa
beliau bertemu dengan –sahabat– Watsilah radhiallahu 'anhu ketika hari raya,
maka aku ucapkan kepadanya, "Taqabbalallaahu minnaa wa minkum,"
kemudian beliau (Watsilah) menjawab, "Taqabbalallaahu minnaa wa
minkum." (HR. Ad-Daruquthni dalam Mu'jam Al-Kabir).
• Dari Adham, mantan budak Umar bin Abdul Aziz, beliau mengatakan,
"Ketika hari raya, kami menyampaikan ucapan kepada Umar bin Abdul Aziz,
'Taqabbalallaahu minnaa wa minkum, wahai Amirul Mukminin.' Maka beliau pun
menjawab dengan ucapan yang sama dan beliau tidak mengingkarinya." (HR.
Al-Baihaqi).
• Dari Syu'bah bin Al-Hajjaj, beliau mengatakan, "Saya bertemu
dengan Yunus bin Ubaid, dan saya sampaikan, 'Taqabbalallaahu minnaa wa minka.'
Kemudian beliau jawab dengan ucapan yang sama." (HR. Ad-Daruquthni dalam
Ad-Du'a).
Allahu a'lam.
7. Apakah Ucapan Selamat Hari Raya Hanya Berlaku
Untuk Idul Fitri?
Tidak ada hadits marfu' sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam atau atsar dari sahabat dan tabiin -sebatas pengetahuan kami- yang
menyebutkan bahwa ucapan selamat hari raya itu hanya berlaku untuk iedul fitri
saja. Bahkan terdapat riwayat yang sebaliknya.
Riwayat tersebut terdapat dalam Sunan Kubro karya al Baihaqi pada juz 3
hal 319. Dari Adham, bekas budaknya Umar bin Abdul Aziz, "Kami mengatakan
kepada Umar bin Abdul Aziz ketika Iedul Fitri dan Adha, 'Taqabbalallu minna wa
minka, wahai pemimpin orang-orang yang beriman.' Beliau menjawab ucapan kami
dan tidak menyalahkan kami."
Dua ied dalam riwayat di atas tentu maknanya adalah ied yang dikenal
dalam syariat yaitu Iedul Fitri dan Iedul Adha. Tambahan lagi tidak ada dalam
Islam dua ied tahunan kecuali dua hari tersebut.
Di samping itu bahasan tentang ucapan selamat berupa 'Taqabbalallaahu
minnaa wa minka' disebutkan oleh para ulama dalam bab shalat dua hari raya.
Andai yang diinginkan hanyalah iedul fitri tentu para ulama akan menegaskannya
agar penjelasan mereka tidak dipahami dengan dua hari raya yang dikenal oleh
kaum muslimin.
Demikian pula, dengan alasan apa kita bedakan iedul fitri dengan iedul
adha padahal masing-masing dari keduanya adalah hari raya yang datangnya
setelah sebuah ibadah yang dikerjakan oleh seorang muslim dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah? Mengapa ucapan 'Taqabbalallaahu minnaa wa minka'
hanya dikhususkan untuk Iedul Fitri tanpa Iedul Adha? Selain itu, bacaan ini
tidaklah berasal dari Nabi namun dari para sahabat.
8. Doa Menyembelih Hewan Kurban
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
(اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ) اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّيْ
Bismillaah, wallaahu akbar. Allaahumma minka wa laka. Allaahumma
taqabbal minnii.
Dengan nama Allah (aku menyembelih), Allah Maha Besar. Ya Allah,
(ternak ini) dariMu (nikmat yang Engkau berikan, dan kami sembelih) untukMu. Ya
Allah, terimalah kurban ini dariku.
HR. Muslim 3/1557, Al-Baihaqi 9/287, sedangkan kalimat di antara dua
kurung, menurut riwayat Al-Baihaqi 9/287. Sedangkan yang terakhir, kami
ambilkan dari riwayat Muslim.
Dibagikan melalui aplikasi "Apa Doanya". Tersedia untuk
Android, BlackBerry 10, Windows Phone/Desktop, Windows 10, Nokia X, Firefox OS
dan BlackBerry OS 6-7. Unduh di http://wp.me/p3ieiY-b