Apakah Orang yang Adzan, Haruslah yang Iqamah?
Orang
Adzan, Tidak Harus Iqamah?
Tanya:
Jika dalam satu masjid, apakah orang
yang adzan, haruslah yang iqamah? krn ada yg melarang ketika yg iqamah selain
muadzin.
Trim’s
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu
‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terdapat
satu hadis dari Ziyad bin Harits as-Suda’i radhiyallahu
‘anhu, beliau menceritakan,
Bahwa
beliau pernah disuruh oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk
mengumandangkan adzan. Setelah banyak sahabat berkumpul – selesai wudhu, Bilal
ingin mengumandangkan iqamah. Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَخَا صُدَاءٍ
هُوَ أَذَّنَ وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيمُ
”Sesungguhnya saudara kita dari Bani
Suda’i telah mengumandangkan adzan. Siapa yang adzan maka dia yang iqamah.”
Status Hadis
Hadis
ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya no. 514, Turmudzi dalam jami’nya,
no. 199, dari jalur Abdurahman bin Ziyad al-Ifriqi.
Tentang
al-Ifriqi, para ulama hadis menilainya sebagai perawi yang dhaif. At-Turmudzi
memberikan keterangan ketika menyebutkan hadis ini,
وَحَدِيثُ زِيَادٍ
إِنَّمَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ الْإِفْرِيقِيِّ وَالْإِفْرِيقِيُّ هُوَ ضَعِيفٌ
عِنْدَ أَهْلِ الحَدِيثِ، ضَعَّفَهُ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ القَطَّانُ وَغَيْرُهُ ؛
قَالَ أَحْمَدُ: لَا أَكْتُبُ حَدِيثَ الْإِفْرِيقِيِّ؛ وَرَأَيْتُ مُحَمَّدَ بْنَ
إِسْمَاعِيلَ يُقَوِّي أَمْرَهُ، وَيَقُولُ: هُوَ مُقَارِبُ الحَدِيثِ
Hadis
Ziyad bin Harits hanya kita ketahui dari jalur al-Ifriqi. Sementara al-Ifriqi
statusnya dhaif menurut ahli hadis. Didhaifkan oleh Yahya bin Said al-Qatthan
dan yang lainnya. Imam Ahmad mengatakan, ‘Saya tidak mencatat hadisnya
al-Ifriqi.’. dan saya melihat, Bukhari menguatkan keterangan Imam Ahmad. Beliau
mengatakan tentang al-Ifriqi, ‘Hadisnya lemah jika sendirian.’ (Jami’
at-Turmudzi, 1/383).
Ulama
yang menegaskan lemahnya hadis ini adalah Syuaib al-Arnauth dalam ta’liq musnad
Imam Ahmad (19/79).
Sikap Ulama Terhadap
Hadis
Mengingat
hadis di atas statusnya lemah maka para ulama tidaklah melarang iqamah
dikumandangkan oleh selain muadzin. Maksimal yang terjadi, mereka menjadikan
hadis lemah di atas sebagai pertimbangan tentang siapakah orang yang lebih
berhak dalam mengumandangkan iqamah. Inilah yang bisa kita pahami dari
keterangan at-Turmudzi. Ketika beliau menjelaskan sisi lemahnya hadis ini,
kemudian beliau menegaskan,
وَالعَمَلُ عَلَى
هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِ: أَنَّ مَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيمُ
”Mayoritas
ulama mengamalkan kandungan hadis ini, bahwa orang yang adzan, dia yang
mengumandangkan iqamah.” (Jami’ at-Turmudzi, 1/383).
Kemudian,
ada keterangan lainnya yang disampaikan Al-Hazimi. Beliau mengatakan,
واتفق أهلُ العلم في
الرجل يؤَذِّنُ ويقيم غيرُه على أَنَّ ذلك جائز، واختلفوا في الأَولَوية، فذهبَ
أكثرُهم إلى أنه لا فرق، وأن الأمر مُتسع، وممن رأى ذلك مالكٌ وأكثرُ أهل الحجاز،
وأبو حنيفة وأكثرُ أهل الكوفة وأبو ثور.
Para
ulama sepakat bahwa hukumnya boleh ketika ada orang adzan (di sebuah masjid)
kemudian orang lain yang iqamah. Hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang
siapakah yang lebih berhak dalam mengumandangkan iqamah. Mayoritas ulama
berpendapat, tidak ada bedanya antara muadzin dengan orang lain. Dalam masalah
ini cukup longgar. Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam Malik,
mayoritas ulama Mekah dan Madinah, Abu Hanifah dan mayoritas ulama Kufah, dan
Abu Tsaur.
Al-Hazimi
melanjutkan,
وذهب بعضُهم إلى أن
الأولى: أن مَن أذَّنَ فهو يقيم. وقال سفيان الثوري: كان يقال: مَن أذَّنَ فهو
يقيم. ورُوِّينا عن أبي مَحذورة: أنه جاء وقد أَذنَ إنسانٌ، فأَذّنَ وأقام. وإلى
هذا ذهب أحمد، وقال الشافعي في رواية الربيع عنه: وإذَا أَذنَ الرجلُ، أحببتُ أن
يتولى الإقامة، لشيء يُروى فيه: أَن من أَذَّنَ فهو يقيم.
Sementara
ulama lain berpendapat bahwa yang paling tepat, orang yang adzan, dialah yang
iqamah. Sufyan at-Tsauri mengatakan: ‘Dinyatakan bahwa orang yang adzan, maka
dia yang iqamah.’ Dan kami mendapat riwayat dari Abu Mahzurah, bahwa beliau
datang sementara di masjid sudah ada seseorang yang adzan. Kemudian beliau mengulangi
adzan dan mengumandangkan iqamah. Inilah pendapat Imam Ahmad. Kemudian Imam
as-Syafii menurut riwayat dari Rabi (murid as-Syafii), beliau mengatakan,
‘Apabila ada seseorang yang beradzan, saya berharap dia yang mengumandangkan
iqamah. Berdasarkan satu hadis yang diriwayatkan (secara dhaif), bahwa orang
yang adzan, dia yang iqamah.’
(al-I’tibar fi an-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar, hlm. 66)
Allahu a’lam
Dijawab oleh ustadz
Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)