dakwahsunnah.com

radiorodja.com



Bolehkah Adzan Bagi Yang Belum Berwudhu?
Hukum Adzan tanpa Wudhu
Pertanyaan
Bolehkah orang yang tidak punya wudhu melakukan adzan? Krn sdh masuk waktu, jika wudhu dulu, takutnya telat. Trim’s

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Pertama, hadis yang melarang orang berhadats melakukan adzan

Terdapat sebuah hadis yang menyatakan,
لَا يُؤَذِّنُ إِلَّا مُتَوَضِّئٌ
“Tidak boleh adzan kecuali orang yang memiliki wudhu.”

Derajat Hadis

Hadis ini diriwayatkan Turmudzi no. 200 secara marfu, dari al-Walid bin Muslim, dari Muawiyah as-Shadafi, dari az-Zuhri, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
·         Al-Walid bin Muslim termasuk perawi mudallis dengan tadlis taswiyah. Sementara sanad hadis ini mu’an’an.
·         Muawiyah bin Yahya as-Shadafi adalah perawi yang dhaif. Dinilai dhaif oleh Ibnu Ma’in, dan Abu Zur’ah.
·         Az-Zuhri dari Abu Hurairah terputus. Karena az-Zuhri tidak pernah mendengar dari Abu Hurairah. Sehingga statusnya munqati’.
(simak al-Irwa’, 1/240).
Dalam riwayat Baihaqi, terdapat keterangan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
لَا يُنَادِي بِالصَّلَاةِ إِلّا مُتَوَضِّئٌ
“Tidak boleh mengumandangkan panggilan shalat, kecuali orang yang memiliki wudhu.”
Hadis ini juga dari jalur az-Zuhri dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dan jalur ini munqathi’ (terputus).
Kesimpulan, hadis di atas adalah hadis dhaif yang tidak bisa dijadikan dalil.
Kedua, Mengingat hadis ini statusnya dhaif, maka tidak bisa dijadikan dalil larangan mengumandangkan adzan bagi orang yang tidak memiliki wudhu. Karena itulah, ulama sepakat, bahwa bukan termasuk syarat sahnya adzan, orang yang mengumandangkan adzan harus suci dari hadats kecil. Sehingga orang yang tidak memiliki wudhu karena hadats kecil, status adzannya sah. Sebagaimana keterangan al-Wazir Ibnu Hubairoh (al-Ifshoh ‘an Ma’ani as-Shihah, 1/68).

Selain keterangan ijma’ di atas, diantara dalil lain yang menjelaskan bolehnya adzan tanpa memiliki wudhu adalah hadis bolehnya berdzikir dalam keadaan berhadats.

Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa berdzikir mengingat Allah dalam setiap keadaan beliau. (HR. Muslim 373).

Dan adzan isinya adalah zikir kepada Allah sebagai tanda panggilan shalat.

Ketiga, ulama sepakat bahwa dianjurkan agar ketika mengumandangkan adzan, seseorang dalam keadaan suci dari hadats besar maupun kecil. Meskipun ini bukan syarat sah adzan. Karena adzan termasuk dzikir, dan kita dianjurkan untuk mengagungkan Allah dalam keadaan sudah bersuci.

Dari Muhajir bin Qunfudz,
أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ، ثُمَّ اعْتَذَرَ إِلَيْهِ فَقَالَ؛ إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ
bahwa beliau pernah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil. Kemudian Muhajir menyampaikan salam kepada beliau, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawabnya, hingga beliau berwudhu. Seusai berwudhu, beliau menjelaskan,
إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ
Aku tidak suka mengingat Allah kecuali dalam keadaan bersuci. (HR. Ahmad 19034, Abu Daud 17, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama menilai makruh adzan dalam kondisi berhadats. Diantaranya adalah ulama tabiin, Atha bin Abi Rabah dan Imam as-Syafii.

Imam as-Syafii mengatakan,
وَأَنَا لِلْأَذَانِ جُنُبًا أَكْرَهُ مِنِّي لِلْأَذَانِ مُحْدِثًا، وَأَنَا لِلإِقَامَةِ مُحْدِثًا أَكْرَهُ مِنِّي لِلْأَذَانِ مُحْدِثًا
Bagi saya, orang yang adzan dalam kondisi junub, lebih aku benci dibandingkan orang yang adzan dalam kondisi berhadats kecil. Bagi saya, orang yang iqamah dalam kondisi berhadats kecil, lebih aku benci dibandingkan orang yang adzan dalam kondisi berhadats kecil. (Syarh as-Sunah, al-Baghawi, 2/266)
Allahu a’lam

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
 
Top