Junub secara
etimologi adalah lawan dari al-qurbu (bermakna: dekat), berarti junub itu
bermakna jauh.
Sedangkan
secara terminologi sebagaimana disampaikan oleh Imam Nawawi rahimahullah, junub
itu berarti keluarnya mani, juga junub adalah istilah bagi yang melakukan
hubungan intim. Disebut junub karena ia menjauh dari shalat, menjauh dari
masjid, menjauh dari membaca Al-Qur’an. Lihat bahasan Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 16: 47.
Mengenai
keadaan junub disebutkan dalam surat An-Nisaa’ ayat 43 sebagai berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا
الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا
إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى
سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau
datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu
tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci);
sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha
Pengampun.” (QS. An-Nisaa’: 43)
Kebanyakan
(baca: jumhur) ulama melarang orang junub berdiam lama di masjid. Yang berbeda
dari pendapat ini adalah Ibnu Hazm dan Daud Az-Zahiri masih menganggap boleh.
Di antara dalil yang dijadikan dasar dari jumhur ulama adalah surat An-Nisa’
ayat 43 di atas.
Dari ayat
di atas disimpulkan bahwa masih dibolehkan kalau orang junub cuma sekedar
lewat, tanpa berdiam lama di masjid.
Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (16: 54) disebutkan,
“Diharamkan bagi yang junub untuk masuk dalam masjid dan berdiam di dalamnya.
Ulama Syafi’iyah, Hambali dan sebagian Malikiyyah menyatakan bahwa sekedar
lewat saja boleh sebagaimana dikecualikan dalam ayat,
وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ
“(Jangan
pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja.”
Sedangkan
menurut ulama Hanafiyah dan menjadi pendapat ulama Malikiyah, masih boleh
berlalu saja dalam masjid dengan syarat bertayamum dahulu.”
Dalam
penjelasan di halaman yang sama, orang junub tidak dibolehkan untuk i’tikaf
berdasarkan ayat di atas.
Semoga
bermanfaat.