Hukum
Pacaran Ketika Puasa
Apakah pacaran membatalkan puasa?
Trim’s
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala
rasulillah, amma ba’du,
Ramadhan adalah bulan yang mulia. Namun mulianya
ramadhan tidak diimbangi dengan sikap kaum muslimin untuk memuliakannya. Banyak
diantara mereka yang menodai kesucian ramadhan dengan melakukan berbagai macam
dosa dan maksiat. Pantas saja, jika banyak orang yang berpuasa di bulan ramadhan, namun puasanya tidak
menghasilkan pahala. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ
صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ
“Betapa
banyak orang yang berpuasa, namun yang dia dapatkan dari puasanya hanya lapar
dan dahaga.” (HR. Ahmad 8856, Ibn Hibban 3481, Ibnu Khuzaimah 1997 dan sanadnya
dishahihkan Al-A’zami).
Salah
satu diantara sebabnya adalah mereka berpuasa, namun masih rajin berbuat
maksiat. Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di: Puasa Tanpa Pahala
Pacaran adalah Zina
Pacaran tidaklah lepas dari zina mata, zina
tangan, zina kaki dan zina hati. Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ
نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا
النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ
الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا
وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan
mendapat bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa
dielakkan. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan
mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba
(menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan
atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Semua
anggota badan berpotensi untuk melakukan semua bentuk zina di atas.
Mengantarkan kemaluan untuk melakukan zina yang sesungguhnya. Karena itulah,
Allah melarang mendekati perbuatan ini dengan menjauhi semua sebab yang akan
mengantarkannya. Allah berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Janganlah kalian mendekati zina,
karena zina adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)
Maksiat Saat Puasa
Memahami
hal ini, maka sejatinya pacaran adalah perbuatan maksiat. Sementara maksiat
yang dilakukan seseorang, bisa menghapus pahala amal shaleh yang pernah dia
kerjakan, tak terkecuali puasa yang sedang dijalani. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ
الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ
وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan
perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar
dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no.
1903).
Mengingat
betapa bahayanya dosa bagi orang yang berpuasa, sejak masa silam para ulama
telah menasehatkan agar kaum muslimin serius dalam menjalan puasa, dengan
berusaha mengekang diri dari maksiat.
Jabir
bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu berkata,
“Ketika engkau berpuasa maka hendaknya pendengaran, penglihatan dan lisanmu
turut berpuasa, yaitu menahan diri dari dusta dan segala perbuatan haram serta
janganlah engkau menyakiti tetanggamu. Bersikap tenang dan berwibawa di hari
puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama
saja.” (Latho’if Al Ma’arif, 277).
Al-Baydhowi rahimahullah mengatakan, “Ibadah puasa bukanlah
hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Bahkan seseorang yang
menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa pada
kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah tidak akan melihat amalannya,
dalam artian tidak akan menerimanya.” (Fathul Bari, 4/117).
Bahaya
besar bisa mengancam mereka yang pacaran ketika puasa ramadhan. Bisa jadi
puasanya tidak diterima di sisi Allah. Karena itu, segera hentikan
kegiatan pacaran anda, dan ambil jalur yang dihalalkan, yaitu menikah.
Semoga
Allah memudahkan kita untuk meniti jalan kebenaran.
Wallahu waliyyut taufiq.
Dijawab oleh Ustadz
Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)