dakwahsunnah.com

radiorodja.com

Transaksi Barang Black Market


Mau tanya terkait masalah mua’amalah tadz, bagaimana hukum jual beli barang BM. Trim’s 
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Sebelumnya kita tilik dulu pengertian transaksi pasar gelap. Dalam Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan, pasar gelap (black market) adalah sektor kegiatan ekonomi yang melibatkan transaksi ekonomi ilegal, khususnya pembelian dan penjualan barang dagangan yang barang-barangnya illegal. Misal penjualan senjata atau obat-obatan terlarang; barang dagangan curian; atau barang dagangan resmi yang sengaja dijual secara gelap, untuk menghindari pembayaran pajak.
Berdasarkan pengertian di atas, objek transaksi di pasar gelap dapat kita golongkan menjadi 2 kelompok.
Pertama, barang yang dilarang untuk dimanfaatkan atau ditransaksikan secara syariat. Seperti obat-obatan terlarang; barang dagangan curian.
Salah satu diantara syarat transaksi yang sah adalah objek transaksi harus sesuatu yang nilainya mubah untuk dimanfaatkan.
Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu maka Allah haramkan hasil penjualannya. (HR. Ibn Hibban 4938, Daruquthni 2852 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Karena itu, barang yang manfaatnya haram, tidak boleh ditransaksikan. Termasuk diantaranya adalah rokok, khamar, CD dan DVD musik bajakan. Barang-barang semacam ini haram ditransaksikan, baik di pasar gelap maupun pasar terang.
Ibnu Hajar al-Haitamy (wafat 973 H) dalam kitabnya kumpulan dosa-dosa besar – dosa no. 191 – 196 – menyatakan,
نحو بيع العنب والزبيب ونحوهما ممن علم أنه يعصره خمرا؛…ونحو الحشيشة مما مر ممن يعلم أنه يستعملها
Termasuk dosa besar seperti menjual anggur atau zabib dan semacamnya kepada orang yang diketahui bahwa dia akan memerasnya untuk khamr… juga menjual ganja kepada orang untuk dikonsumsi… (az-Zawajir, 1/392)
Untuk barang curian, jika calon pembeli mengetahuinya, tidak halal baginya membeli barang tersebut dan dia termasuk orang yang tolong-menolong dalam dosa dan maksiat.
Syaikhul Islam (wafat 728 H) menegaskan,
فمن علمت أنه سرق مالا أو خانه في أمانته أو غصبه فأخذه من المغصوب قهرا بغير حق لم يجز لي أن آخذه منه ؛ لا بطريق الهبة ولا بطريق المعاوضة
Orang yang saya ketahui mencuri harta, atau berkhianat mengambil harta amanah, atau merampas secara paksa tanpa alasan yang benar, maka saya tidak boleh mengambilnya, baik dengan cara hibah, maupun transaksi komersil. (Majmu’ al-Fatawa, 29/323)
Kedua, barang yang memiliki manfaat mubah, namun dilarang pemerintah karena sangat membahayakan atau kemungkinan besar akan dimanfaatkan pembeli untuk kejahatan. Seperti tembak, pistol, atau senjata api lainnya.
Barang semacam ini tidak boleh dijual dan jika dijual termasuk tolong menolong dalam maksiat. Ini dalam rangka menghindari potensi bahaya di masyarakat.
Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
نَهَى رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم عَنْ بَيْعِ السِّلاَحِ فِي الْفِتْنَةِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli senjata di waktu fitnah. (HR. al-Baihaqi dalam al-Kubro 11096, dan al-Bazzar dalam Musnad 3589)
Ketiga, barang yang manfaatnya mubah, memenuhi persyaratan sahnya jual-beli menurut syariat, tetapi tidak mendapat legalitas dari pemerintah karena menghindari dari pajak.
Dalam hal ini, ada 2 hal yang perlu kita perhatikan,
[1] Status hukum jual beli barang black market secara syariat
Dalam kajian hukum syariat, selama transaksi itu tidak melanggar aturan syariat, statusnya sah. Masalah admisnistrasi dan pajak, tidak mempengaruhi keabsahan transaksi. Karena hukum asal jual beli adalah halal. Allah befirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual-beli …” (QS. Al-Baqarah: 275)
Ketika barang itu memiliki manfaat yang mubah, maka barang ini sah ditransaksikan dan hukum jual belinya mubah.
Dalam fatwa Lajnah Daimah (Komite Tetap Fatwa Arab Saudi)
أما حكم البيع والشراء في السوق السوداء، فحكم البيع والشراء في غيرها؛ إذا توافرت شروط البيع جاز، وإلا فلا
“Untuk hukum jual-beli di pasar gelap sama dengan hukum jual-beli di pasar lainnya (pasar legal), selama semua persyaratan jual beli dipenuhi, hukumnya boleh. Jika tidak, maka tidak boleh.” (Fatawa Lajnah Daimah, 13/240)
Fatwa yang lain pernah disampaikan Syaikh Abdul Aziz bin Baz
الذي جرى فيه الجواب هو أننا نعتقد أن السوق السوداء هي سوق العامة التي يبيع فيها الناس ويشتري فيها الناس، غير ما يقع في البنوك والمصارف المعروفة، فالسوق السوداء التي جرت فيه الفتوى هي ما يقع بين الناس في أسواقهم في بيعهم وشرائهم وأنه لا حرج أن يبيع في السوق العامة
http://www.binbaz.org.sa/noor/10378
[2] Pertimbangan sisi legalitas
Pada prinsipnya setiap kaum muslimin memiliki hak untuk menjual barang tanpa harus dibebani pajak. Karena itu, jika seorang muslim membawa barang yang ilegal, dalam arti tidak terkena pajak ketika masuk ke negaranya, maka ini sama sekali tidak mempengaruhi keabsahan transaksi. Dan tidak menunaikan apa yang tidak menjadi kewajibannya, diperbolehkan.
Akan tetapi, apabila kondisi jual-beli di pasar gelap membahayakan kemaslahatan banyak orang, seperti hasil penimbunan barang, atau menjadi celah bagi dirinya untuk ditindak oleh pemerintah, maka tidak selayaknya dilakukan seorang Muslim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Ahmad 2865, Ibnu Majah 2431, dan disahihkan Syuaib al-Arnauth).
Meskipun hal ini tidak menyebabkan akad jual-beli di pasar gelap menjadi tidak sah, karena larangan membeli barang di pasar gelap terpisah dengan akad jual-beli.
Terdapat kaidah dalam Fiqh tentang status larangan perbuatan, apakah bisa menyebabkan batalnya perbuatan itu,
النهي يقتضي الفساد إذا كان النّهيُ لذاته، أو لوصف قائم به
Kaidah larangan bisa membatalkan perbuatan berlaku jika larangan itu terkait dengan perbuatan itu sendiri atau dengan salah satu kriteria yang melekat pada perbuatan itu.
Dalam jual-beli di pasar gelap, larangan tidak tertuju kepada perbuatan jual-beli. Akan tetapi tertuju kepada carannya yang tidak direstui pemerintah karena tidak dilaporkan untuk dijadikan objek pajak.
Wallahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
 
Top