Makna "Celakahlah Orang Yang Sholat"
Apa makna ayat yang mengatakan, “Celakalah Orang yang Shalat…”
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Al-Hafidz Ibu Katsir pernah mengatakan, metode tafsir yang paling bagus
adalah tafsir al-Quran dengan al-Quran. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/7).
Firman Allah mengenai kecelakaan bagi orang yang shalat, telah
dijelaskan di lanjutan ayat,
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ . الَّذِينَ
هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
Celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai
dari shalatnya. (QS. al-Ma’un: 4 -5).
Sehingga makna, ‘Celakahlah orang yang shalat’ adalah mereka yang lalai
dari shalatnya.
Bentuk lalai dalam shalat, beraneka ragam. Secara umum, bisa kita bagi
menjadi beberapa tingkatan,
[1] Lalai hingga meninggalkan shalat.
Seperti mereka yang tidak pernah shalat sama sekali, atau mereka yang
bolong-bolong shalatnya, atau mereka yang menunda-nunda shalat hingga keluar
waktu.
Model semacam ini yang diceritakan para sahabat.
وقال ابن مسعود : والله ما تركوها
البتَّة ولو تركوها البتة كانوا كفاراً ، ولكن تركوا المحافظة على أوقاتها . وقال
ابن عباس : يؤخِّرونها عن وقتها
Ibnu Mas’ud mengatakan, demi Allah, mereka tidak meninggalkan semua
shalat. Andai mereka sama sekali tidak shalat, mereka kafir. Namun mereka tidak
menjaga waktu shalat. Ibnu Abbas mengatakan, ‘Makna ayat’ adalah mereka
mengakhirkan shalat hingga keluar waktu. (Zadul Masir, 6/194).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan menyebut
shalatnya orang munafik. Dia secara sengaja menunda-nunda waktu shalat, hingga
mendekati berakhirnya waktu shalat.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ
يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ
قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً
Itulah shalatnya orangn munafik.. duduk santai sambil lihat-lihat
matahari. Hingga ketika matahari telah berada di antara dua tanduk setan
(menjelang terbenam), dia baru mulai shalat, dengan gerakan cepat seperti
mematuk 4 kali. Tidak mengingat Allah dalam shalatnya kecuali sedikit. (HR. Muslim 1443 & Ahmad 11999).
[2] Lalai dalam bentuk tidak perhatian dengan rukun shalat,
sehingga shalatnya batal
Umumnya yang sering menjadi korban adalah rukun thumakninah. Banyak
orang yang terlalu cepat dalam mengerjakan gerakan rukun.
Thumakninah adalah tenang sejenak setelah semua anggota badan berada
pada posisi sempurna ketika melakukan suatu gerakan rukun shalat.
Tumakninah ketika rukuk berarti tenang sejenak setelah rukuk sempurna.
Tumakninah ketika sujud berarti tenang sejenak setelah sujud sempurna, dst.
Tumakninah dalam setiap gerakan rukun shalat merupakan bagian penting
dalam shalat yang wajib dilakukan. Jika tidak tumakninah maka shalatnya tidak
sah.
Karena tumakninah hukumnya rukun shalat maka kita tidak boleh bermakmum
dengan orang yang shalatnya terlalu cepat dan tidak tumakninah. Bermakmum di
belakang orang yang shalatnya cepat dan tidak tumakninah, bisa menyebabkan
shalat kita batal dan wajib diulangi.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ada
seseorang yang masuk masjid dan shalat 2 rakaat. Seusai shalat, dia mendatangi
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kala itu ada di
masjid. Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya
untuk mengulangi shalatnya. beliau bersabda,
ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ
تُصَلِّ
“Ulangilah shalatmu karena shalatmu batal”
Orang inipun mengulangi shalat dan datang kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tapi beliau tetap menyuruh orang ini untuk mengulangi
shalatnya. Ini terjadi sampai 3 kali. Hingga orang ini putus asa dan
menyatakan,
وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ
فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى
“Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat
sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!”
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan
cara shalat yang benar kepada orang ini. Beliau mengajarkan,
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ
فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ
حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ، ثُمَّ
اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا
، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى
صَلاَتِكَ كُلِّهَا
“Jika engkau mulai shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al
Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertaithuma’ninah ketika ruku’.
Lalu bangkitlah dan beri’tidallah dengan berdiri sempurna. Kemudian sujudlah
sertai thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud
sambil thuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma’ninah ketika
sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu.” (HR. Bukhari 793 dan Muslim 397).
[3] Lalai dalam bentuk tidak melaksanakan penyempurna shalat
Seperti tidak memperhatikan pakaian. Allah memerintahkan agar manusia
memperhatikan kerapian pakaian ketika shalat. Allah berfirman,
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا
زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak keturunan Adam, gunakanlah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid/waktu shalat.” (QS Al
A’raf : 31).
Termasuk juga, laki-laki yang tidak berjamaah di masjid tanpa alasan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ
يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
“Barangsiapa yang mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak
ada shalat baginya, kecuali bila ada uzur.” (HR.
Ibnu Majah 842 dan dishahihkan al-Albani).
Termasuk juga tidak meluruskan dan merapatkan shaf ketika shalat
berjamaah.
Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam– bahwa beliau bersabda,
وَأَقِيْمُوْا الصَّفِّ فِي
الصَّلاَةِ, فَإِنَّ إِقَامَةِ الصَّفِّ مِنْ حُسْنِ الصَّلاَةِ
“Dan tegakkanlah shaf di dalam shalat, karena sesungguhnya menegakkan
shaf termasuk diantara baiknya sholat.” (Bukhary
722) dan Muslim 435)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)